A. Prasasti-Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya mengenai cikal bakal Mandailing:
(Suatu prapandang)
1. Menurut prasasti Kedukan Bukit (682M)
4. apunta hiyavulan jyeşţha d<m> maŕlapas dari minānga
5. vala dualakşa dangan ko-(sa)tāmvan mamāva yam
terjemah:
4. bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga
5. tambahan membawa bala tentara dua laksa dengan perbekalan
Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (karena tamwan berarti 'temuan'). Kemudian ada yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pertemuan Sungai Batang pane dan Sungai Barumun (Provinsi Sumatera Utara sekarang).
Dimaknakan bahwa di kawasan ini sudah ada suatu peradaban yang mendapat kunjungan dari Raja Sriwijaya.
2. Prasasti Kota Kapur (686 M)
5. jaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
terjemah:
5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti meng¬ganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja,
Istilah marga pun telah dikenal abad ini.
(Suatu prapandang)
1. Menurut prasasti Kedukan Bukit (682M)
4. apunta hiyavulan jyeşţha d<m> maŕlapas dari minānga
5. vala dualakşa dangan ko-(sa)tāmvan mamāva yam
terjemah:
4. bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga
5. tambahan membawa bala tentara dua laksa dengan perbekalan
Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (karena tamwan berarti 'temuan'). Kemudian ada yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pertemuan Sungai Batang pane dan Sungai Barumun (Provinsi Sumatera Utara sekarang).
Dimaknakan bahwa di kawasan ini sudah ada suatu peradaban yang mendapat kunjungan dari Raja Sriwijaya.
2. Prasasti Kota Kapur (686 M)
5. jaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
terjemah:
5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti meng¬ganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja,
Istilah marga pun telah dikenal abad ini.
B. Prasasti-prasasti di Angkola dan Mandailing (Dhaksina)
Jalur Pengembangan Adat,
Hukum dan Aksara Angkola/Mandailing:
(Suatu Pandangan)
Seringkali dalam beberapa kesempatan diskusi dengan saudara-saudara kita yang menyatakan dirinya “Bangsa Batak” mengatakan: “Kalau kalian tidak mau disebut Batak Angkola/Mandailing kenapa memakai marga dan adat kami Dalihan Na Tolu”?
Bukankah perkembangan adat dan
hukum tersebut berasal dari “par Selatan” (Mutiara dari Dhaksina )?
Hal yang mendukung hipotesis
bahwa yang dimaksud suatu kesatuan budaya (culture area)
Mandailing/Angkola itu meliputi kekuasaan kerajaan Panai di masa lampau dimana
setelah kedatangan suku Tamil dari India dibangunlah Candi/Vihara pada abad 11
– 14 mulai dari kawasan pertemuan sungai, Batang Pane, Sirumambe dan Barumun
(lalu lintas komoditi ekspor kapur barus ke pantai timur) di Padang Lawas,
Sosa, Sipirok, Simangambat (Siabu), Pidoli (Panyabungan), sampai ke Tanjung
Medan (Pasaman) lalu-lintas jalur Emas ke Singkuang pantai barat (Baca Legenda
Si Sampuraga) ialah:
1). PrasastiGunung
Tua (Setianingsih, dkk. 2003: 11 – 12)
Terjemahan:
Terjemahan:
~ “Selamat tahun saka 946 (1024 M),
bulan Caitra,hari ketiga masa bulan terang, hari Jumat”;
~
“Ketika itu juru pandai besi yang bernama Suryya (Namora Pande Bosi I?) membuat
(patung) bhatara Lokanātha, dari semua pekerja yang baik dari segala
pembuatan,harapan saya”;
~ “Bagi semua kebijaksanaan yang tinggi
dan lengkap”.
Inilah asal mula penyusunan “Surat
Tumbaga Holing” yang digunakan sebagai tuntunan bagi masyarakat yang
heterogen untuk melaksanakan kerja besar (“horja”) pada masa itu.
2). Prasasti Sitopayan 1 (Setianingsih, dkk. 2003:
7 – 8)
~ tatkala hang tahi si
ranggit
~ kabayin p wanyawari babwat bagas
~ brahala satap (sisi lain)
~ kabayin p wanyawari babwat bagas
~ brahala satap (sisi lain)
Terjemahan:
~ Ketika itu Hang Tahi, Si Ranggit
(dan)
~ Kabayin Pu Anyawari membuat rumah
~ Berhala satu atap
~ Kabayin Pu Anyawari membuat rumah
~ Berhala satu atap
Hang Tahi (tokoh Melayu), si
Ranggit (tokoh setempat atau Angkola) keduanya suku Mundha beragama Buddha dan
Kabayan PuAnyawari tokoh beragama Hindu (wakil pendatang Holing/Keling)
membangun Biara bersama (sinkretisme Hindu dengan Buddha atau Buddha
Tantrayana/Wajrayana) kemudian pengikutnya disebut sebagai Munda/Mandala Holing
atau Mandailing. ~ kabayin p wanyawari babwat bagas (Bhs. Melayu Tua) lebih
dekat kepada bahasa Angkola Mandailing mambuat (mambaen) bagas dari pada
mambahen jabu bahasa Toba. Tampak di sini telah terbentuk sistim dimana ketiga klan
(marga) bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan kelak disebut dengan Dalian Na
Tolu.
3). Prasati
Sitopayan 2 (Setianingsih, dkk. 2003: 8)
Terjemahan:
Terjemahan:
~
“Pu Sapta, Hang Buddhi, Sang Imba dan Hang Langgar tatkala itu”;
~
“Membuat (tempat) bertapa wihara sang raja”.
Tokoh tersebut di atas membangun candi itu dinyatakan adalah sebagai tempat
bertapa (Vihara atau Biara) sang raja bukan istana.
4). PrasastiLobu
Dolok 1, 2, dan 3 (Setianinggsih, dkk. 2003: 9 – 10)
Terjemahan:
Terjemahan:
~
“datanglah,datanglah, menjadi miliknya”;
~ “paradat”;
~
“paruhum”.
“datanglah,datanglah, menjadi miliknya” bukankah ini namanya adat manopot kahanggi agar memperoleh hak sama di daerah itu? dan Menyatakan pada masa itulah disusun adat (1. Hang Tahi - tokoh Melayu, 2. si Ranggit - tokoh setempat atau Angkola keduanya suku Mundha beragama Buddha dan 3. Kabayan PuAnyawari - tokoh beragama Hindu (wakil pendatang Holing/Keling) sekarang disebut Dalian Na Tolu) dan hukum (yang melakukan/mengikuti adat dan hukum atau hakim).
5). Prasasti Raja
Soritaaon Padang Bujur (Setianingsih, dkk. 2003: 10 – 11)
Terjemahan:
Terjemahan:
~
“Raja Sori”;
~
“Taon dewasa”;
~
“Pemberani, kuat, dan dewasa”;
~
“Mempunyai kemuliaan (kesaktian, wibawa)”;
~
“di daerah Padang Bujur”.
Diceritakan bahwa dari hasil assimilasi dengan penduduk setempat melahirkan
seorang calon raja yang diberi nama Soritaon. Bahwa istana Raja Soritaaon pada
masa itu berada di daerah Padang Bujur (Padang Lawas).
6). Prasasti Batu
Gana 1
Prasasti ini ditemukan di Biaro Bahal 1, Desa Bahal, Padang Bolak, Tapanuli Selatan dan saat ini prasasti Batu Gana 1 disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara.
Transkripsi Prasasti Batu Gana 1 (Setianingsih, dkk, 2003 :6-7) :
Prasasti ini ditemukan di Biaro Bahal 1, Desa Bahal, Padang Bolak, Tapanuli Selatan dan saat ini prasasti Batu Gana 1 disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara.
Transkripsi Prasasti Batu Gana 1 (Setianingsih, dkk, 2003 :6-7) :
1. ……….lanarjakdata
2. ……….yapawaga sawah ja i sā
3. ……….kabanatya
4. ……….pwa n mangsak ā
5. ……….a parahu dan pahilira
6. ……….ba btu ganam ya di padang
7. ……….damarhaya mahilir
8. ……….n prapa darmang pangkara diyam a
9. ……….maha dana ……. manusuk simā i nan mularang
10……….narann kabayaj pu gwa kudhi hang dajā kudhi haji bawabwat parnnosamuha.
7). Prasasti Batu
Gana 2
Prasasti ini ditemukan di Desa Batu Gana, Padang Bolak, Tapanuli Selatan dan saat ini Prasasti Batu Gana 2 masih insitu.
Transkripsi Prasasti Batu Gana 2 (Setianingsih, dkk, 2003 :13-14) :
1. ……….ila do ho na ngarata / ti di hamo ba …… yo (to) ya(ta) …..
2. ……….do i ke ku do i pa ke amang di powang ku bayo bamang
3. ……….rapo ni satan. Mangala bubuh andon. Maen. San ra
4. ……….da mang yaya la. Do huta le baba nyewa. Bil. Nga bararusa
5. ……….da (?) rena nda nangam. Bana nabi (b ah) ganag dogatem. Angnara
6. ……….da sa hi gudoha mabenga. Ha de sa be met ja ya (ta)mabauh. As ban (b/p) dita
7. ……….nu …………da dung busa lolibuno i ………la calak pana ledang a
8. ……….hab bu sa di bani no a ha (ca) gap. Di nadomi
9. ……….ba (wa) bani dala tuwisa ni hate da
10. ……….dang paharat nga….basa bunda dongi bada
11. ……….nurat. na……nan. ma…
12. ……….pa nak. Wa….
13. ……….ngak. Ta i bada a a // u //
14. ……….bajan. Nya
15. ……….iya na….
Prasasti ini ditemukan di Desa Batu Gana, Padang Bolak, Tapanuli Selatan dan saat ini Prasasti Batu Gana 2 masih insitu.
Transkripsi Prasasti Batu Gana 2 (Setianingsih, dkk, 2003 :13-14) :
1. ……….ila do ho na ngarata / ti di hamo ba …… yo (to) ya(ta) …..
2. ……….do i ke ku do i pa ke amang di powang ku bayo bamang
3. ……….rapo ni satan. Mangala bubuh andon. Maen. San ra
4. ……….da mang yaya la. Do huta le baba nyewa. Bil. Nga bararusa
5. ……….da (?) rena nda nangam. Bana nabi (b ah) ganag dogatem. Angnara
6. ……….da sa hi gudoha mabenga. Ha de sa be met ja ya (ta)mabauh. As ban (b/p) dita
7. ……….nu …………da dung busa lolibuno i ………la calak pana ledang a
8. ……….hab bu sa di bani no a ha (ca) gap. Di nadomi
9. ……….ba (wa) bani dala tuwisa ni hate da
10. ……….dang paharat nga….basa bunda dongi bada
11. ……….nurat. na……nan. ma…
12. ……….pa nak. Wa….
13. ……….ngak. Ta i bada a a // u //
14. ……….bajan. Nya
15. ……….iya na….
Lihat tata bahasanya “ila doho
nangarata dihamu bayo....Ia calak pana ledang (Ia halak
Mangaledang?)....dst.” bukankah itu lebih dekat kepada dialek
Angkola/Mandailing?
Menurut tuturan marga yang tertua di kawasan Angkola dan
Mandailing adalah Dalimunte keturunan/klan dari Ompu Jalak Maribu dan anak
borunya pada masa sesudahnya marga Harahap ikut menghadang kedatangan marinir
Rajendra Chola (1024) menyerang/mengalahkan kerajaan Panai. Sebenarnya tujuan
Rajendra Chola bukan untuk menghancurkan kerajaan Panai tetapi mengajak kerja
sama mengekspor komoditi Kapur Barus dan Emas yang banyak terdapat di kawasan
itu. Turut dalam mission tersebut 1500 warga keling siap bekerja sama dengan
penduduk setempat. Tidak terlihat adanya assimilasi dengan penduduk setempat
namun adanya pergaulan ini menumbuhkan/kemajuan peradaban pada suku
Angkola/Mandailing
Catatan: Setelah ditemukannya kawasan yang kaya akan deposit emas maka masyarakat tambang sebagian besar pindah ke Pidoli
Mandailing yang sekarang. Keadaan inipun tidak berlangsung lama karena serangan
Majapahit 1365 M (ekspedisi pamalayu) seperti yang dituturkan pada kitab
Negarakertagama. Menyusul kemudian dengan hilangnya pendatang keling India
(pindah ke Sum. Timur/wabah?) memasuki era Mandailing baru.
Demikian juga mengenai
tulisan/Hurup Tulak Tulak vs Aksara Batak, jikalau Angkola/Mandailing yang bersinggungan langsung
dengan kerajaan Panai/Sriwijaya maka sudah dapat dipastikan pengembangan aksara
itu melalui jalur Dhaksina – Utara. (MND)